Fragmen sejarah intelektual : beberapa profil Indonesia merdeka | Perpustakaan Pusat
Text
Ada kesulitan khas dalam memahami siapa itu intelektual. Kesulitannya disebabkan karena ada berbagai peran berbeda yang dijalankan seorang intelektual, berbagai kepentingan yang menarik minatnya dan berbagai hubungan yang mengundang keterlibatannya. Kita, misalnya, dapat menyederhanakan peranannya dengan membandingkan intelektual dengan ilmuwan. Seorang ilmuwan, atau seorang scholar, mencari pengetahuan sebagai tugas hidupnya, dan kemudian membangun suatu sistem atau arsitektur pengetahuan berdasarkan perspektif yang dipilihnya, dan menjadikannya ilmu pengetahuan. Sementara itu ada berbagai nilai dan kepentingan dalam hidup manusia, yang dalam tugas seorang ilmuwan akan diubah menjadi pengetahuan, bahkan menjadi informasi. Sebaliknya dari itu, seorang intelektual tidak memandang ilmu, dan bahkan ilmu pengetahuan, sebagai tujuan yang hendak dicapainya, tetapi hanya sebagai sarana yang dapat dimanfaatkannya. Minat dan kerja seorang intelektual adalah mencoba melakukan konversi pengetahuan dan informasi menjadi nilai atau kepentingan dalam hidup manusia.
Apakah nilai yang dibelanya adalah nilai-nilai yang berhubungan dengan kehidupan di dunia dalam suatu konteks terbatas, ataukah nilai-nilai transendental yang berlaku di segala tempat dan segala waktu? Apakah nilai-nilai itu dilihatnya sebagai berguna atau kurang berguna, ataukah sebagai nilai-nilai moral yang harus dibela, atau nilai-nilai yang bertentangan dengan moral dan harus ditolak? Julien Benda seorang esais dan filosof Perancis, mengajukan suatu kontradiksi yang membuatnya sibuk berpikir bertahun-tahun: mengapa selama 2.000 tahun manusia sudah melakukan demikian banyak kejahatan, namun tetap saja menghormati yang baik? Bukunya La Trahison des Clercs, 1927, atau The Treason of the Intellectuals, 1928, telah menjadi sebuah klasik abad ke-20. Sebagai contoh soal, dalam kebudayaan, apakah intelektual berperan menjaga tradisi atau membawa pembaharuan dalam tradisi? Antonio Gramsci, filosof Italia yang dipenjarakan oleh rezim Mussolini tahun 1930-an mengajarkan bahwa ada intelektual yang memilih sebagai tugasnya merawat tradisi dari generasi ke generasi, seperti para guru, pemimpin agama, para administrator, atau para rohaniwan, yang dinamakannya intelektual tradisional. Sebaliknya, ada pula intelektual yang terdorong untuk menerobos tradisi untuk mendorong pembaruan dalam tradisi, dan membawa perubahan-perubahan sesuai kebutuhan baru. Mereka dinamakannya intelektual organik. Secara sosiologis, intelektual tradisional tidak bekerja untuk suatu kelas sosial tertentu, tetapi bekerja antar-kelas, sedangkan intelektual organik bekerja dalam suatu kelas sosial atau suatu organisasi dan memberikan pengabdiannya di sana. Mereka adalah teknisi dalam industri, konsultan bisnis dalam perusahaan besar, penasihat politik untuk suatu rezim politik, ahli strategi dalam militer, atau ahli periklanan dalam kantor pemasaran.
Ada berbagai pertanyaan lain, seperti bagaimana hubungan intelektual dengan politik, negara, dan kekuasaan? Bagaimana pula hubungannya dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan? Atau bagaimana hubungannya dengan sejarah? Pengantar penulis dalam buku ini mencoba mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, berdasarkan data sejarah.
blu210047 | 920.008 KLE f | Perpustakaan Pusat UIN Walisongo | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - No Loan |
blu210048 | 920.008 KLE f | Perpustakaan Pusat UIN Walisongo | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain